Monday, November 16, 2015

Setiap kata memiliki fungsi dan peranan yang berbeda dalam membentuk kalimat. Berikut ini penjelasan singkat mengenai kelas kata :


1.      Kata Benda (nomina)
a.       Berawalan pe-, seperti pemuda, pemenang, dan penyair.
b.      Berakhiran –an, seperti  bendungan, bantuan dan asuhan.
c.       Berakhiran –nya, seperti  besarnya, naiknya, dan jauhnya.
d.      Berimbuhan gabung pe-an, seperti pembangunan, pengembangan, dan pelebaran.
e.       Berimbuhan gabungan per – an, seperti pertemuan, pertambangan dan persatuan.
f.       Berimbuhan gabung ke-an, seperti keadilan, kebijaksanaan dan kekayaan.
g.       Bisa diikuti dengan frase “yang” …. atau “ yang sangat” misalnya : jalan (yang bagus), pemuda (yang sangat rajin).

2.      Kata Kerja (verba)
a.      Kata-kata yang dapat diikuti oleh frasa dengan …….., baik yang menyatakan alat, yang menyatakan keadaan, maupun yang menyatakan penyerta, disebut kata kerja, misalnya:
1)      Pergi (dengan adik)
2)      Berjalan (dengan gembira)
3)      Menulis ( dengan musuh)
b.      Kata kerja dasar seperti : pergi, pulang, tulis, tanya dll.
c.       Kata kerja berimbuhan seperti:
1)      awalan Me-, seperti kata-kata menulis, membaca dan melihat.
2)      awalan ber-, seperti kata-kata berdiri, berlatih dan berkuda
3)      awalan di-, seperti pada kata-kata ditulis, dibaca, dan dilihat
4)      awalan ter-, seperti pada kata-kata tertulis, terbaca, dan terlihat.
5)      awalan per-, seperti pada kata-kata perpanjang, percepat, dan persingkat
6)      akhiran–kan, seperti pada kata-kata tuliskan, abacakan, dan damaikan
7)      akhiran –i, seperti pada kata-kata tulisi, datangi dan diami

3.      Kata Sifat (adjectiva)
a.      Kata-kata yang dapat diikuti dengan kata keterangan sekali serta dapat dibentuk menjadi kata yang berimbuhan se – / -nya.  Contoh :
- indah ( indah sekali, seindah-indahnya)
- Bagus ( bagus sekali, sebagus-bagusnya)
b.     Tempat kata sifat pada tingkat frase adalah dibelakang kata benda yang sifatnya, misalnya besar, indah dan kecil. Contoh : rumah besar, pemandangan indah.
c.     Dalam gabungan kata berupa idiom kata sifat dapat menduduki posisi awal atau berada dimuka kata benda. Misalnya : Panjang tangan, yang berarti pencuri.
d.      Gabungan kata bermakna perbandingan, kata sifat tersebut terletak dimuka kata benda. Misalnya merah delima, manis jambu.
e.       Pada tingkat klausa/ kalimat kata sifat dapat menduduki fungsi, predikat, seperti : anak itu nakal, adikku gemuk sekali

4.       Kata Ganti (Pronomina)
a.       Kata ganti orang pertama (mengganti diri orang yang berbicara):
- Saya
- Aku, ku
- Kami
- Kita
Contoh : Adik bertanya kepada paman, “Paman, bolehkah saya kerumah Paman?” (saya = adik)
b.      Kata ganti orang kedua (mengganti orang yang diajak bicara)
- Kamu
- Engkau
- Anda
- Kalian
Contoh : Mengapa kemarin kamu tidak sekolah?’ tanya Hasan pada Ali temannya sekelas.
c.       Kata ganti orang ketiga (mengganti diri orang yang dibicarakan)
- Ia
- Dia
- - nya
- Beliau
- Mereka
- Mendiang
- Almarhum
Contoh : Hasan adalah murid baru dikelas V. Ia tinggal di Jalan Surabaya. ( Ia = Hasan)

5.      Kata Keterangan (Adverbia)
Kata ini memberi penjelasan pada kalimat/bagian kalimat lain yang sifatnya tak menerangkan keadaan/ sifat.
a.    Kepashan yaitu kata, memang, pasti, justru.
b.    Keraguan/kesangsian yaitu kalau, barangkali, mungkin, kiranya, rasanya, agaknya, rupanya.
c.    Harapan, yaitu kata-kata, seringkali, sekali-sekali, sesekali, acapkali, jarang.

6.      Kata Bilangan (Numeralia)
Kata yang menyatakan jumlah, nomor, urutan, atau kumpulan.
Contoh : Kata bilangan utama satu, dua, tiga sebelas.
Kata bilangan tingkat pertama, kedua, kesebelas.
Kata bantu bilangan, seseorang, dua buah, seekor dan lain-lain.
Kaya bantu bilangan lain, setanggai, setandan, sehelai dan lain-lain.

7.      Kata Penghubung, kata sambung (Conjunctio)
Kata ini digunakan untuk menghubungkan kata dengna klausa dengan klausa/kalimat dengan kalimat. Contoh:
a.       Untuk akta penghubung sederajat: dan, dengan, serta atau, sedangkan, selanjutnya, adalah dan lain-lain.
b.      Untuk penghubung tak sederajat : sebab, jika, bila, sebagai, sehingga, sesudah dan lain-lain.

8.      Kata Depan (Preposition)
Kata yang digunakan di muka kata benda untuk menghubungkan kata dengan klausa dengan klausa/kalimat dengan kalimat. Contoh kata depan:
a.       Tempat berada: di, pada, dalam, atas dan antara.
b.      Arah asal : dari
c.       Arah tujuan: ke, kepada, akan dan terhadap.
d.      Pelaku : oleh
e.       Alat : dengan dan berkat.
f.       Perbandingan : daripada
g.       Hal/ masal : tentang, mengenai.
h.      Akibat : hingga, sampai
i.        Tujuan : untuk, buat. Guna dan bagi.
j.        Demi dan menurut.

9.      Kata Sandang (Articula)
Dalam bahasa Indonesia kata sandang digunkan menjadi penentu didepan kata nama diri, kata perkerabatan, kata sifat, Sri dan Sang.
Contoh: Itu Si Hasan
Sang kancil telah sampai duluan.

10.  Kata Seru
Kata yang digunakan untuk menggungkapkan perasaan bahwa, misalnya: Karena kaget, terharu, marah, kagum, sedih dan lain-lain.
Contoh :
a.       Kata seru berupa kata-kata singkat : wah, cih, hai, o, nah, na, dan hah.
b.      Kata serupa berupa kata-kata biasa: aduh, celaka gila, kasihan, bangsat ya ampun.
c.       Kata seru serapan: astaga, masya allah, alhamdulillah.

11.   Kata Sapaan
Kata sapaan itu tak mempunyai penbendaharaan kata sendiri tetapi menggunakan kata-kata dari perbendaharaan nama diri dan kata nama perkerabatan.
Contoh: San (Bentuk untuh : Hasan)
Li (Bentuk utuh : Ali)
Pak (Bentuk utuh Bapak)
Yah (Bentuk utuh Ayah)

12.   Kata Penunjuk
a.       Ini : digunakan untuk menunjuk kata benda yang letaknya relatif dekat dengan si pembicara
b.      Itu : digunakan untuk menunjuk benda yang letaknya relatif jauh, contoh : Itu si Unyil, mobil itu di jual.

13.  Kata Penyangkal
Kata penyangkal dalam Bahasa Indonesia adalah:
- Tiada, tak = saya tidak mengambil bukumu.
- Tiada, didaerah itu tiada air
- Bukan, ini bukan mangga.
- Tanpa, tanpa saya dia tak mau pergi.


14.   Kata Tanya
Kata ini digunakn sebagai pembantu, didalam kalimat yang menyatakan pertanyaan. Contoh: apa, siapa, mengapa, kenapa, bagaimana, berapa , mana, kapan, bila, bilamana.

15.   Kata Partikel
Kata yang digunakan untuk penegasan
a.        – kah (menegaskan).
Apakah isi lemari ini ?
Cukupkah uang itu ?
b.      –tah (digunakan pada akhir kata tanya dalam kalimat tanya). Contoh:
Apatah dayaku menghadapi cobaan ?
c.        – lah (menghaluskan dalam kalimat perintah).
Keluarkanlah buku tulismu ?
d.      pun (penegasan).
saya tak tahu, dia pun tidak tahu ?
e.       per- (menyatakan makna ‘setiap’ atau ‘mulai’)
Harganya Rp. 1.000,00 perlembar.
Gaji PNS naik per 1 April.

Thursday, October 29, 2015

Sejak Bahasa Indonesia diakui sebagai bahasa pemersatu melalui ikrar sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Bahasa indonesia mengalami beberapa perubahan ejaan, hal ini bertujuan untuk memelihara dan mengembangkan bahasa Indonesia. Menurut kbbi eja berarti melafalkan (menyebutkan) huruf-huruf satu demi satu, sedangkan ejaan berarti kaidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dan sebagainya) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf) serta penggunaan tanda baca. Perubahan ejaan ini dilakukan oleh pemerintah atau pihak yang berwenang guna meningkatkan kemajuan bahasa Indonesia serta membuat autran baku untuk digunakan di Indonesia.

Berikut ini sedikit rincian mengenai ejaan yang pernah digunakan di Indonesia :

Ejaan Van Ophuijsen
Ejaan Van Ophuijsen atau Ejaan Lama  adalah jenis ejaan yang pernah digunakan untuk bahasa Indonesia.
Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang pertama kali oleh Prof. Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal dengan Ejaan Van Ophuijsen ditulis dalam sebuah buku. Dalam kitab itu dimuat sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu di Indonesia.

Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukittinggi, Sumatera Barat, kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda. Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan Maleische Spraakkunst (1910). Buku ini kemudian diterjemahkan oleh T.W. Kamil dengan judul Tata Bahasa Melayu  dan menjadi panduan bagi pemakai bahasa Melayu di Indonesia.
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan Belanda, antara lain:
  • huruf 'j' untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata jang, pajah, sajang.
  • huruf 'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata goeroe, itoe, oemoer (kecuali diftong 'au' tetap ditulis 'au').
  • tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan bunyi hamzah, seperti pada kata-kata ma'moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan diftong, sama seperti ejaan Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan catatan tertulis bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab yang dikenal sebagai tulisan Jawi.

Ejaan ini akhirnya digantikan oleh Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik pada 17 Maret 1947.


Ejaan Soewandi
Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik adalah jenis ejaan yang menggantikan ejaan Van Opuijsen
Ejaan ini disebut juga dengan edjaan Soewandi, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kala itu.
Ejaan ini mengganti ejaan sebelumnya, yaitu Ejaan Van Ophuijsen yang mulai berlaku sejak tahun 1901.

Perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen:
Huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroeguru.
Bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (') ditulis dengan 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
Menggunakan huruf ‘Dj’ huruf ‘j’ seperti : Djakarta, Djalan, Radja.
Huruf ‘c’ ditulis ’Tj’ seperti: Tjinta, Tjara, Tjurang.
Huruf ‘kh’ ditulis dengan ‘ch’ seperti: Chairil, machloe’
Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-barat2-an.
Awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah, disawah, tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan.

Ejaan Melindo
Ejaan Melindo adalah sistem ejaan Latin yang termuat dalam Pengumuman Bersama Edjaan Bahasa Melaju-Indonesia (Melindo) (1959) sebagai hasil usaha penyatuan sistem ejaan dengan huruf Latin di Indonesia dan Persekutuan Tanah Melayu. Keputusan ini dilakukan dalam Perjanjian Persahabatan Indonesia dan Malaysia pada tahun 1959. Sistem ini tidak pernah sampai diterapkan.
Hal yang berbeda ialah bahwa di dalam Ejaan Melindo gabungan konsonan tj, seperti pada kata tjinta, diganti dengan c menjadi cinta, juga gabungan konsonan nj seperti njonja, diganti dengan huruf nc, yang sama sekali masih baru.


Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Pada 23 Mei 1972, sebuah pernyataan bersama ditandatangani oleh Menteri Pelajaran Malaysia Tun Hussein Onn danMenteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Mashuri. Pernyataan bersama tersebut mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 1972, berlakulah sistem ejaan Latin bagi bahasa Melayu ("Rumi" dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) dan bahasa Indonesia. Di Malaysia, ejaan baru bersama ini dirujuk sebagai Ejaan Rumi Bersama (ERB). Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972 diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966. Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.
Selanjutnya pada tanggal 12 Oktober 1972, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dengan penjelasan kaidah penggunaan yang lebih luas. Setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tanggal 27 Agustus 1975 Nomor 0196/U/1975 memberlakukan "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan" dan "Pedoman Umum Pembentukan Istilah".


Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK (1967), antara lain:
·         "tj" menjadi "c" : tjutji → cuci
·         "dj" menjadi "j": djarak → jarak
·         "j" menjadi "y" : sajang → sayang
·         "nj" menjadi "ny" : njamuk → nyamuk
·         "sj" menjadi "sy" : sjarat → syarat
·         "ch" menjadi "kh": achir → akhir
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
·         Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan pemakaiannya.
·         Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap digunakan, misalnya pada kata furqan, danxenon.
·         Awalan "di-" dan kata depan "di" dibedakan penulisannya. Kata depan "di" pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi, sementara "di-" pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
·         Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak digunakan sebagai penanda perulangan
Secara umum, hal-hal yang diatur dalam EYD adalah:
1.    Penulisan huruf, termasuk huruf kapital dan huruf miring.
2.    Penulisan kata.
3.    Penulisan tanda baca.
4.    Penulisan singkatan dan akronim.
5.    Penulisan angka dan lambang bilangan.
6.    Penulisan unsur serapan.

Penjabaran lebih jelasnya akan dilanjutkan pada artikel selanjutnya.

Terima kasih.
Sumpah pemuda lahir berdasarkan Kongres Pemuda kedua, tetapi upaya mempersatukan organisasi-organisasi pemuda pergerakan dalam satu wadah telah dimulai sejak Kongres Pemuda Pertama 1926. Sebagai kelanjutannya, tanggal 20 Februari 1927 diadakan pertemuan, namun pertemuan ini belum mencapai hasil yang final. Sebagai penggagas Kongres Pemuda Kedua adalah Perhimpunan Pelajar-pelajar Indonesia (PPPI), sebuah organisasi pemuda yang beranggota pelajar dari seluruh Hindia Belanda.



Pada tanggal 3 Mei 1928 diadakan pertemuan lagi untuk persiapan kongres kedua, dan dilanjutkan pada 12 Agustus 1928. Pada pertemuan terakhir ini telah hadir perwakilan semua organisasi pemuda dan diputuskan untuk mengadakan kongres pada bulan Oktober 1928, dengan susunan panitia yang membagi jabatan pimpinan kepada satu organisasi pemuda (tidak ada organisasi yang rangkap jabatan) sebagai berikut:
  • Ketua: Sugondo Djojopuspito (PPPI)
  • Wakil Ketua: R.M. Joko Marsaid (Jong Java)
  • Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Soematranen Bond)
  • Bendahara: Amir Sjarifudin (Jong Bataks Bond)
  • Pembantu I: Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond)
  • Pembantu II: R. Katjasoengkana (Pemoeda Indonesia)
  • Pembantu III: R.C.I. Sendoek (Jong Celebes)
  • Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon)
  • Pembantu V: Mohammad Rochjani Su'ud (Pemoeda Kaoem Betawi)

Gambar :https://www.facebook.com/Kemdikbud.RI/


Friday, October 23, 2015



Bahasa baku adalah salah satu ragam bahasa yang dijadikan pokok dasar ukuran atau standar. Ragam bahasa baku lazim digunakan dalam konteks berikut :
  1. Komunikasi resmi yaitu dalam surat menyurat resmi, surat menyurat dinas, pengumuman-pengumuman yang dikeluarkan oleh instansi resmi, dan sebagainya.
  2. Wacana teknis seperti dalam laporan resmi, karangan ilmiah, buku pelajaran, dan sebagainya.
  3. Pembicaraan di depan umum seperti ceramah, kuliah, seminar, dan sebagainya.
  4. Pembecaraan dengan orang yang dihormati.
Pemakaian (1) dan (2) tertuju pada ragam bahasa tertulis, sedangkan pemakaian (3) dan (4) didukung oleh ragam bahasa baku lisan.



Ragam bahasa baku dapat ditandai dengan ciri-ciri berikut.
  •    Penggunaan Kaidah Tata Bahasa Normatif
Kaidah bahasa normatif selalu digunakan secara eksplisit dan konsisten dengan jalan berikut:




  •       Penggunaan Kata-Kata Baku
Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata umum yang sudah lazim digunakan yang frekuensi menggunakannya cukup tinggi. Kata-kata yang belum lazim atau yang masih bersifat kedaerahan sebaiknya tidak digunakan. 



  •         Penggunaan Ejaan Resmi dalam Ragam Tulis
Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (disingkat EYD). EYD mengatur mulai dari penggunaan huruf, penulisan kata (dasar, berimbuhan, gabungan, ulang, dan serapan), penulisan partikel, penulisan angka, penulisan serapan, sampai pada penggunaan tanda baca.



  •     Penggunaan Lafal Baku dalam Ragam Lisan
Hingga saat ini lafal yang benar atau baku dalam bahasa Indonesia belum pernah ditetapkan. Tetapi ada pendapat umum bahwa lafal baku dalam bahasa Indonesia adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau ciri-ciri bahasa daerah



  •        Penggunaan Kalimat secara Efektif
Kalimat-kalimat yang digunakan dapat dengan tepat menyampaikan pesan pembicara atau penulis kepada pendengar atau pembaca, persis seperti yang dimaksud oleh si pembicara atau si penulis.
Keefektifan kalimat dapat dicapai dengan cara-cara berikut.

Add caption


Semoga membantu......